KM All In One

KM Serambi Brang rea melayani aneka Jasa seperti Instal Ulang Leptop, Print, Internet, Pulsa, Cetak Foto, Cetak Undangan, Laundry, Menjual/Menerima Pesanan Aneka Kue. Sekretariat : Jl. Baso Busing Desaberu Dsn Dangar Permai Hp: 081915984745/085338575577

Jumat, 27 Desember 2013

Tradisi Ete Kelar Adat Samawa

KM. Serambi_Brangrea – Berbicara adat atau budaya di Indonesia memang tiada habisnya, Indonesia memang dikenal dimata dunia adalah Negara yang paling banyak memiliki ragam budaya ataupun adat istiadat. Khususnya Nusa Tenggara Barat yang memiliki tiga suku yakni Sasak, Samawa, dan Mbojo atau dikenal dengan Sasambo juga memiliki ragam adat istiadat dan budaya yang menarik. Pada rangkaian prosesi pernikahan diantaranya, antara suku Sasak, Samawa, ataupun Mbojo memiliki cara yang berbeda-beda. Di Sumbawa dalam rangkaian prosesi pernikahan ada prosesi yang dikenal dengan ete kelar yang mungkin tidak dimiliki oleh daerah lainnya.

Ete kelar (ete=ambil, kelar=selesai) yang bermakna menyelesaikan kewajiban ini dilakukan oleh calon pengantin perempuan. Kewajiban yang dimaksud adalah pengikraran syahadat dan shalawat yang biasanya dilakukan mampelai sebelum dilaksanakannya akad nikah. Namun di Sumbawa Ete Kelar ini dilakukan terpisah oleh mampelai perempuan dihadapan orang tua/wali, penghulu, dan dua orang saksi. Dalam prosesi ete kelar  yang biasa dilakukan pada malam sebelum akad atau pagi menjelang akad dilafadzkan Syahadat dan Shalawat kemudian dilanjutkan dengan permohonan mampelai perempuan kepada orang tua/walinya dalam posisi berjabat tangan untuk dinikahkan dengan si Fulan bin Fulan dengan maskahwin sekian dibayar tunai. Orang tua/walinya pun langsung menjawab “hai anakku, aku akan menikahkanmu dengan si Fulan bin Fulan dengan maskahwin sekian dibayar tunai.” Demikianlah prosesi Ete Kelar ditutup dengan doa oleh penghulu.
Dilihat sepintas memang tidak ada yang sulit dalam prosesi ini, namun jika dilaksanakan dengan khidmat maka rasa haru dan isak tangis antara si anak dengan wali akan menyelimuti. Mengapa tidak, anak yang diasuh sejak lahir sampai dewasa harus berpindah tanggung jawab kepada orang lain. Sebagaimana dituturkan Pak Nur saat menikahkan putirnya yang kelima beberapa hari lalu bahwa prosesi ete kelar ini adalah saat yang berat dibandingkan dengan saat nikah. Perasaan haru datang tidak terbendung bahkan suara saya tidak bisa keluar ketika putri saya minta untuk dinikahkan ungkapnya.
Sebagian orang terkadang tidak mengetahui adanya tradisi ini walaupun ia sendiri adalah tau samawa. Suhada salah seorang warga menuturkan bahwa saya ketika menikah tidak melalui prosesi ete kelar ini, mungkin ini tradisi tua nenek moyang kita timpalnya. Ditegaskan oleh H. Sulaiman penghulu Desa Mapin bahwa tradisi ini memang sudah ada sejak dulu kala dan dimaksudkan agar pengantin perempuan tidak lagi melakukan aktifitas disaat pelaksanaan akad nikah, tinggal hanya mampelai pria yang melakukan tugasnya. Selanjutnya H. Husain salah seorang petua masyarakat menjelaskan sebenarnya ete kelar dikhususkan hanya kepada pengantin perempuan yang akan melaksanakan pernikahan untuk kali kedua/ketiga alias telah menjanda. Hal ini dikarenakan hak untuk menentukan jodoh bagi perempuan janda diserahkan sepenuhnya kepada perempuan itu sendiri, berbeda dengan gadis yang masih ada hak orang tua/wali untuk menentukan jodohnya. Dengan ete kelar ini ketetapan hati perempuan janda untuk menentukan jodohnya terikrar sehingga orang tua dengan mantap memberikan wali saat akad nikah.  Selanjutnya karena karena dianggap hal ini adalah yang baik untuk dibiasakan oleh setiap mampelai perempuan sehingga tradisi ini rata diberlakukan entah itu bagi gadis atau janda di Tana Samawa. (a_nie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar