Tono dan April Main Kendese' |
KM. Serambi_Brangrea – Perkembangan peradaban manusia tidak
terkecuali kemajuan teknologi membuat sisi lain kehidupan masyarakat ikut
berubah. Gaya bergaul, kebiasaan masyarakat, bahkan kebiasaan anak-anakpun
tidak luput mengalamai perubahan. Tidak sedikit hal-hal positif dari perubahan
tersebut akan tetapi ada hal yang kian terlupakan yang merupakan bagian dari
kebudayaan masyarakat itu sendiri. Mari kita lihat sedikit dari bagian yang
mengalami perubahan tersebut seperti perubahan permainan anak-anak dan salah satunya
adalah main Kendese’.
Seorang warga bernama Yulianti menuturkan bahwa dahulunya
kami semasa kecil hanya bermain dengan memanfaatkan potensi yang ada
disekeliling kita. Entah itu batu, kayu, pohon pisang, pelepah daun pepaya,
batang tanaman padi dan banyak lagi sehingga daya kreatifitas kami dalam
memanfaatkan hal-hal tersebut benar-benar berkembang. Tidak seperti anak zaman
sekarang ini, mereka sudah banyak mendapat hiburan dan permainan yang sifatnya praktis.
Melalui komputer, HP, internet, bahkan melalui media teleivisi mereka sudah
banyak medapat referensi permainan yang menarik dan instan.
Main Ayam |
Tono salah seorang anak yang dijumpai sedang asyik bermain
kendese’ merasa senang melakukan permainan tersebut. selain tidak membutuhkan
biaya permaiannya juga mudah dilakukan. Akan tetapi yang tidak boleh terlewat
disini adalah adanya teman bermain yang dikarenakan permainan ini harus dilakukan
oleh lebih dari satu orang. Bagi yang kalah biasanya diberikan hukuman dengan
mencubit atau menggendong yang menang. Jadi melalui permaian ini nilai-nilai
kebersamaan sudah mulai ditumbuhkan.
Memang sangat disayangkan dan perlu menjadi perhatian kita
semua bahwa permaianan yang merupakan kultur asli tana samawa ini akan kian
tenggelam dimakan waktu dan berangsur-angsur akan digantikan dengan permainan
ala barat. Dalam masyarakat tana samawa dikenal berbagai macam nama permainan
yang biasa dilakukan anak-anak seperti Kedense’, Melatu, main ayam, main
boneng, main ncup, main kelar, maen adang dan masih banyak lagi. Permaian-permainan
tadi pada prinsipinya hanya menggunakan alat bantu benda-benda yang ada
disekitar kita seperti untuk maen Kendese’, melatu, atau main ayam hanya
membutuhkan batu kerikil saja. Untuk maen kelar hanya membutuhkan dua bilah
kayu seukuran jari dengan panjang yang berbeda.
Jika kita melihat secara mendalam adanya permainan-permainan
ini pada zaman terdahulu merupakan hasil kreatifitas berdasarkan pemanfaatan
sumber daya alam yang ada. Selain itu prinsip toleransi, kerjasama, saling
menghormati, dan kebersamaan dalam permainan, bahkan sembari berolahraga dalam
bermain adalah hal yang wajib. Oleh karena itu dengan adanya permainan ini
silaturrahmi antar warga sudah dimulai sejak kecil. Akan tetapi jika kita melihat permainan canggih ala masa kini,
hampir seluruhnya cukup dilakukan sendiri saja. Dengan komputer, HP para gamers
dari kamar sudah bisa melakukan permainannya. Dan tidak sedikit kita melihat
para gamers yang patah semangat dan merasa depresi dengan permainan yang
dilakukannya itu membuat ia mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Oleh
karenanya dibutuhkan upaya bersama dari semua pihak agar bagaimana permainan
tradisional ini bisa dilestarikan karena merupakan warisan budaya masa lalu
sehingga pada generasi berikutnya tidak akan terlupakan. (c_benk vh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar