Ibu Ana dan kawan-kawan |
Km. Serambi Brang Rea-Pagi buta terlihat rombongan ibu-ibu
menyusuri jalan setapak menuju ke daerah persawahan. Selain itu terlihat pula
mereka menggunakan pakaian serba tertutup lengkap dengan tutup kepala dan yang
tidak kalah uniknya adalah diwajah mereka terlihat penuh dengan olesan semeq (lulur tradisional) yang berfungsi
sebagi pelindung dari sinar matahari. Oh ternyata itu adalah rombongan ibu-ibu
yang akan bekerja borongan untuk menanam padi di sawah. Namun yang berbeda dari
masa-masa dahulu jika ada rombongan seperti maka motivasi kerjanya adalah bergotong
royong namun yang ada di masa sekarang adalah bekerja dengan imbalan rupiah.
Ya……memang itu adalah konsekuensi dari perkembangan zaman
yang turut berpengaruh pada pola pikir setiap orang. Kalo orang bilang lamin jaman to’ noya anu gratis (kalau
zaman sekarang tidak ada yang gratis), ya karena itu adalah kenyataan yang kita
jumpai pada masa-masa sekarang. Kalo pada masa-masa yang lalu system kegiatan
dalam masyarakat sangat tergntung pada pola gotong royong dan salah satunya ada
dalam system pertanian. Bahasa samawa gotong royong bisa disembut dengan besiru artinya jika ada warga yang akan
melaksanakan kegiatan maka warga yang lain dengan sendirinya akan ikut terlibat
dalam kegiatan tersebut. Dan dilain kesempatan warga yang dibantu ini
berkewajiban untuk terlibat dalam kegiatan warga yang lain dan begitu
seterusnya.
Kembali kepada rombongan ibu-ibu tadi yang akan melakukan borongan
menanam padi maka ada yang berbeda dengan kebiasaan yang dilakukan oleh
orang-orang terdahulu. Ibu ana dan kawan-kawan telah menyepekati akan menerima
upah 25rb setengah hari kerja perorang untuk menanam padi di sawah pak Mang. Jika
pekerjaan telah sampai pada batas perjanjian maka kerja berakhir sampai disitu.
Hal ini terlihat sangat kontras berbeda dengan budaya besiru tadi, sebagai gambaran jika menggunakan tradisi besiru ibu ana dan kawan-kawan tidak
akan menerima upah sepeserpun dari pekerjaannya. Akan tetapi pak Mang
berkewajiban untuk ikut dalam kegiatan penanaman padi di sawah ibu ana dan
kawan-kawan. Begitu seterusnya aturan yang berlaku dalam setiap kegiatan ibu
ana dan kawan-kawan.
Memang tradisi Besiru
ini merupakan aturan yang tidak tertulis sebagai aturan ketat dalam masyarakat,
sehingga dalam kehidupan bermasyarakat tidak dengan begitu saja dapat diindahkan
oleh masyarakat. Dengan adanya kegiatan besiru
dalam setiap kesempatan diantaranya seperti kegiatan pembangunan rumah, acara
nikah, khitan ataupun yang lainnya secara tidak langsung dapat memupuk
silaturrahmi dan meningkatkan rasa persaudaraan dan persatuan dalam masyarakat.
Segala kegiatan diikuti oleh masyarakat selalu dilandaskan pada rasa tolong
menolong dan penuh dengan keihklasan.
Hal yang berbeda terlihat dari pola kehidupan
modern yang mana segala sesuatu selalu dilandaskan pada materi dan jumlah
bayaran. Kita juga tidak bisa memungkiri hal tersebut dikarenakan semakin
banyaknya kebutuhan hidup masyarakat. Akan tetapi yang patut kita perhatikan
agar bagaimana tradisi besiru ini bisa dihidupkan dalam
kegiatan kemasyarakatan guna memepererat tali persaudaraan dalam mencegah
perpecahan. (c_benk vh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar