Riak penambang emas tradisional di Kabupaten Sumbawa Barat beberapa tahun terakhir ini santer terdengar. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan mesin pengolah bahan mentah dari bebatuan ini juga semakin meningkat. Selanjutnya diberbagai media massa daerah bahkan sampai dengan tajuk sms pembaca pun banyak yang menggunakan istilah “mesin gelondong emas kian menjamur” tidak terkecuali daerah Brang Rea.
Namun saat ini istilah tersebut tidak sepenuhnya berlaku, hal ini dikarenakan jamur-jamur gelondong tersebut telah mengering atau dengan kata lain banyak gelondong-gelondong yang jarang bahkan tidak beroperasi lagi. Seperti hasil pemantauan kami (penulis, red) dari pusat-pusat gelondong yang ada di daerah Seteluk, Sapugara, Desaberu, Tepas, dan Moteng sudah banyak yang tidak beroperasi bahkan ada yang sampai dipindahtangankan atau dijual. Sebagaimana informasi yang diperoleh mengeringnya jamur gelondong tersebut disebabkan oleh berbagai macam factor diantaranya bertepatan dengan musim tanam sehingga para penambang kembali kepada profesi utamanya sebagai petani, kemudian hasil gelondong sangat minim mengandung emas bahkan ada yang loss (kosong), dan faktor yang paling menonjol disebabkan oleh factor cuaca yang tidak bersahabat.Perubahan cuaca ekstrim yang ditandai dengan hujan terus menerus mengguyur daerah-daerah penambangan emas menyebabkan resapan air ke dalam tanah sangat tinggi. Hal ini menyebabakan lubang galian banyak yang terendam air, selain itu kekhawatiran para penambang dengan banyaknya resapan air ini adalah runtuhnya dinding lubang galian sehingga resiko penambang semakin tinggi. Dengan berkurangnya penambang yang membawa bebatuan otomatis bahan yang akan diolah di tempat gelondong pun tidak ada sehingga banyak gelondong-gelondong yang tidak beroperasi.
Teknisi sedang memperbaiki gelondong |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar