KM. Serambi_Brangrea; Spesialis tulang itulah sebutan yang diberikan warga kampung kepada H. Daho (60th) yang telah belasan bahkan puluhan tahun membantu warga mengobati patah tulang.
Mapin Kebak Kecamatan Alas Barat Kabupaten Sumbawa adalah desa dimana H. Daho tinggal. Keahlian yang dimiliki secara turun temurun ini sangat membantu masyarakat yang bukan hanya berasal dari warga Desa Mapin Kebak saja bahkan sampai ke daerah lain namanya juga telah tersohor.
Bahkan beliau sendiri pernah didatangi oleh orang Kanada khusus untuk menanyakan seluk beluk maupun asal muasal kemampuan pengobatan yang ia miliki. Dalam kesempatan itu beliau menceritakan bahwa selain keterampilan yang diperoleh secara turun temurun, ramuan bahan pembuatan minyak Sumbawa yang terdiri atas berbagai jenis akar kayu ia dapatkan melalui petunjuk mimpi. Setelah itu beliau diajak ke Jepang untuk menjadi tabib patah tulang di sana. Namun dengan pertimbangan ingin mengabdikan diri untuk kampung halaman maka beliau menolak ajakan ajak tersebut.
Keahlian mengobati atau menyembuhkan patah tulang yang dimiliki H. Daho sekilas tidak masuk akal, akan tetapi kenyataan membuktikan bahwa warga atau pasien yang ia tangani bisa sembuh dalam waktu yang terbilang sangat singkat.
Teknik pengobatan yang beliau lakukan juga tidak menggunakan ritual atau cara yang bertentangan dengan syar’i. Hanya dengan memegang posisi tulang yang patah kemudian sedikit ditekan-tekan dengan ujung jari disertai olesan minyak sumbawa agar posisi tulang bisa teratur kembali adalah teknik yang beliau lakukan.
Setelah posisi tulang dirasa sudah tepat maka beliau akan membalut tulang menggunakan “Belat” yang terbuat bilah bambu yang dipotong selebar 2 cm yang panjang dan jumlahnya bervariasi disesuaikan dengan posisi tulang yang akan dibalut. Sebelum dipasang, Belat akan dibungkus menggunakan kain perban steril sehingga tidak akan menginfeksi bagian yang dibalut nantinya.
Namun proses pengobatan tidak terhenti hanya sampai di situ, proses pengobatan yang sebenarnya baru akan dimulai. Setiap dua hari sekali beliau akan datang untuk mengontrol kondisi dan perkembangan kondisi pasien. Bahkan tidak jarang pasien yang baru saja dikunjungi akan meminta untuk diperiksa kembali karena merasakan sesuatu yang tidak nyaman pada bagian yang diobati.
Hal yang biasanya menjadi kendala adalah lokasi pasien yang berjarak puluhan kilometer dari kediaman H. Daho, padahal saat itu ia baru saja tiba dirumahnya selepas mengunjungi pasien. Selanjutnya pasien yang ditangani oleh ayah dari empat orang anak ini berjumlah puluhan orang dan hampir ada di setiap desa atau pun kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat dan Sumbawa seperti Taliwang, Seteluk, Brang Rea, Alas, Sumbawa bahkan sampe ke daerah Lape.
Karena pengobatan atau terapi penyembuhan patah tulang membutuhkan proses berbulan-bulan maka selama itu pula ia akan terus memantau dan mengunjungi pasiennya secara bergantian.
Setiap hari ia akan menyusun jadwal ke wilayah mana ia akan berkunjung. Begitu setiap hari hingga seluruh pasiennya tetap mendapat kontrol dan perawatan.
Jika hal ini dilakukan dengan niat komersil atau mengharapkan imbalan dari keluarga pasien maka hal ini bukanlah hal yang luar biasa karena semakin banyak kunjungan maka semakin banyak pula hasil yang akan ia dapatkan.
Namun hal yang sangat dikagumi adalah beliau melakukan hal itu dengan tulus dan sepenuh hati tanpa sedikit pun ia mengharapkan imbalan dari keluarga pasien. Selain untuk menyiapkan peralatan terapi, berbagai jenis obat-obatan dan minyak Sumbawa yang ia jadikan sebagai obat, ia juga harus mengeluarkan uang untuk membeli bensin sepeda motor yang ia gunakan untuk mengunjungi pasien yang berjarak puluhan hingga ratusan kilometer.
Selain itu ketika ada panggilan darurat disaat ada warga yang mengalami kecelakaan maka ia harus sigap mengunjungi dimana kediaman warga tersebut dan tidak mengenal waktu entah itu siang hari bahkan tengah malam.
Disaat kami berbincang dengan beliau pernah kami lontarkan pertanyaan ataukah berupa saran mengapa tidak pasiennya sendiri yang datang ke rumahnya ketika akan melakukan terapi atau pengobatan. "Jadi, biar Bapak tidak perlu repot dan lelah harus mengunjungi seluruh pasien yang bertempat tinggal sangat jauh dan berjarak hingga ratusan kilometer."
Sembari tersenyum beliau menjawab, "Ada dua hal yang menjadi pertimbangan saya mengapa pasiennya tidak harus datang ke rumah saya ketika akan melakukan terapi. Yang pertama karena jarak tempuh dari rumah pasien ke rumah saya sangat jauh maka dapat dipastikan selama diperjalanan posisi tulang yang telah diatur akan berantakan kembali akibat terguncang selama dalam perjalanan belum lagi rasa sakit yang dirasakan pasien ketika ia harus bergerak. Dan yang kedua, pastinya dengan datang berkunjung ke rumah saya keluarga pasien harus mengeluarkan biaya ratusan ribu untuk menyewa kendaraan bagaimana kalau dalam sepekan harus datang dua kali atau minimal sekali dalam sepekan? Jika terapi dilakukan selama tiga bulan dapat dibayangkan berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan keluarga pasien padahal dapat dikatakan hampir seluruhnya keluarga pasien adalah keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah."
"Oleh sebab itu lebih baik saya yang datang berkunjung ke rumah pasien dengan catatan saya harus menjadwalkan perwilayah masing-masing sehingga akan lebih mengefektikan waktu, tenaga, dan biaya," jelasnya. Sungguh hal yang luar biasa ukuran seorang kakek dengan usia 60 tahun lebih harus berkendara sendiri setiap hari.
"Saya hanya berdoa agar Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan dan kekuatan kepada saya agar tetap bisa berbuat kebaikan sebagai bentuk amal ibadah kepada Allah SWT," tambahnya.
Ketika ditanya apakah ada penerus ilmu pengobatan patah tulang ini, beliau menjelaskan bahwa sebenarnya sudah ada beberapa yang tertarik, namun tidak bersedia menekuninya.
"Sudah ada beberapa orang yang saya ajak bahkan tidak sedikit yang menawarkan diri, namun setelah diceritakan seluk beluk pengobatan patah tulang ini bahwa dasar menekuni ilmu ini adalah sabar dan ikhlas, jika kita mengharapkan pendapatan atau penghasilan dari mengobati orang patah tulang sebaiknya jangan karena itu tidak akan terwujud, bahkan kita yang harus siap berkorban materi kepada pasien yang berasal dari keluarga yang kebanyakan tidak mampu. Bisa dikatakan seluruh dari mereka yang semula berminat dan saya ajak untuk ikut serta belajar terapi/pengobatan patah tulang ini mundur teratur dan tidak bersedia untuk terus menekuninya. Entah bagaimana selanjutnya sepeninggal saya, mudah-mudahan Allah SWT akan menunjuk generasi penerus,"harapnya.
Secara logika pengobatan secara tradisional memang tidak masuk akal. Akan tetapi testimoni warga yang telah mengalami sendiri pengobatan yang dilakukan H. Daho memang luar biasa.
H. Alek warga Desa Beru kecamatan Brang rea menuturkan bahwa beberapa tahun lalu istrinya mengalami kecelakaan yang menyebabkan istrinya mengalami patah di bagian panggul. Setelah diperiksa secara medis dokter mengharuskan agar segera dilakukan operasi pemasangan pen untuk menyambung tulang yang patah. Tindakan operasi ini akan membutuhkan biaya hingga Rp. 80 juta,- terang saja H. Alek beserta keluarga menjadi bingung dan harus berfikir untuk mendapatkan uang sejumlah Rp.80 juta dalam waktu singkat. Tidak hanya sampai disitu saja TIM medis juga memperkirakan paling cepat proses penyembuhan agar pasien bisa berdiri saja membutuhkan waktu 9 hingga 12 bulan. Belum lagi untuk terapi lanjutan hingga bisa berjalan dan melakukan aktifitas seperti sedia kala maka akan dibutuhkan waktu hingga bertahun-tahun.
Dalam masa kalut tersebut H. Alek mendapat saran agar istrinya diobati secara tradisional saja karena menurut kabar H. Daho telah berpengalaman mengobati patah tulang bahkan beliau pernah dibawa ke Jakarta hanya untuk mengobati orang yang patah tulang.
Tanpa berpikir panjang H. Alek mengiyakan agar istrinya diobati oleh H. Daho, dan Alhamdulillah dalam waktu tiga bulan istrinya sudah berjualan lagi di pasar seperti sedia kala. Pengobatan yang tidak masuk akal akan tetapi kenyataan telah membuktikan.
Bukan hanya H. Alek saja yang memberikan testimoni tentang jasa H. Daho yang telah menyebuhkan istrinya. Hal senada juga di lontarkan Kanahan warga Seteluk yang istrinya juga mengalami patah pada bagian lengan akibat kecelakaan sepeda motor dan sembuh setelah ditangani H.Daho tanpa melalui proses operasi dengan biaya yang tergolong mahal untuk masyarakat kalangan bawah seperti kami ungkap kanahan.
Selanjutnya Amaq Said warga Desaberu yang Anaknya Suhartono (12th) mengalami patah pada bagian kaki sembuh setelah ditangani oleh H. Daho. Masih banyak testimony yang diberikan warga terkait kesohoran nama H. Daho seantero Sumbawa.
Pak Nur Mastar warga Mapin Kebak menceritakan bahwa H. Daho adalah pribadi yang luar biasa. Profesi utama beliau adalah petani yang mengelola lebih dari lima hektar sawah. Selepas subuh ia selalu menyempatkan diri mengunjungi dan mengurusi sawahnya. Sepulang dari sawah baru ia akan mengunjungi pasien sesuai dengan jadwal pada hari itu. Untuk ukuran orang kebanyakan pasti harinya akan disibukkan hanya dengan mengurusi sawahnya dan tidak akan ada kesempatan mengurusi orang lain terus menerus serta harus menempuh jarak ratusan kilometer. Selain itu beliau tidak pernah ketinggalan sholat berjamaah di Masjid jika berada di rumah imbuh pak Nur.
Di pulau Lombok mungkin juga sudah banyak orang yang berprofesi serupa dengan H. Daho sebagai tabib patah tulang akan tetapi pasti akan sangat kesulitan sekali jika ada warga di pulau Sumbawa yang harus ke Lombok untuk melakukan penyembuhan. Oleh karena itu keberadaan H. Daho di pulau Sumbawa sebagai penyembuh patah tulang sangat penting dirasakan oleh warga.
Satu hal yang mungkin membedakan teknik pengobatan H. Daho dengan tempat lainnya adalah kesiapan beliau untuk terus datang mengontrol langsung ke rumah pasien tanpa mematok imbalan sedikitpun hingga pasien tersebut dinyatakan sembuh total. Warga juga sangat berharap bahwa orang-orang seperti H. Daho tetap ada sehingga warga yang membutuhkan bantuan selalu bisa tertolong. (c_benk VH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar